Pada awal kemerdekaan politik Indonesia menggunakan Demokrasi Liberal. Di dalam periode demokrasi liberal atau juga disebut demokrasi konstitusional merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Di Indonesia diberlakukannya demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Pelaksanaan Demokrasi liberal berjalan dengan ditandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 ditanda tangani oleh Hatta. . Maklumat ini dinyatakan perlunya berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, yang merupakan ciri khas dari demokrasi liberal yaitu multi partai.
Setelah disepakati oleh Senat dan Parlemen RIS maupun oleh KNIP pada tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno menandatangani rancangan UUD Sementara. Setelah penandatanganan pada tahun 1950, Indonesia kembali pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Pada masa Demokrasi Liberal sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet sebagai berikut:
A. Kabinet
1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951). Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Dipimpin Oleh Muhammad Natsir .Dalam kepemimpinan kabinet Natsit terdapat program-program terpenting ialah:
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan suatu pemerintahan.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan bekas anggota-anggota tentara dan gerliya ke dalam masyarakat.
Memperjuangan penyelsaian soal Irian secepatnya.
Mengembangkan dan memperkuat kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar untuk melaksanakan ekonomi nasional yang sehat. Namun pada kepemimpinannya ia dalam upaya memperjuangkan
masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu. Kegagalan inila yang mengakibatkan mosi tidak percaya dari Parlemen pada kabinet Natsir sehingga membuat kabinet Natsir turun jabatan dari kabinet.
2. Kabinet Sukiman
Setelah kabinet Natsir lengser dari kepemimpinannya, Presiden Soekarno menunjuk Mr. Sartono dari PNI untuk membentuk kabinet baru. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
keamanan : akan menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum utuk menjamin keamanan dan ketentraman.
sosial-ekonomi : mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbarui hukum agar sesuai dengan kepentingan petani, serta mempercepat bekas pejuang di lapangan usaha.
mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum
politik luar negeri : menjalankan politik luar negeri secara bebas-aktif serta memasukka Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Berakhirnya kabinet ini di sebabkan muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan. Keputusan Kabinet Sukiman yaitu Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Sehingga meimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat yang bertentangan dengan politik bebas aktif. Dari beberapa keputusan yang dilakukan oleh Sukiman tersebut maka timbulnya mosi tidak percaya. Kendala selanjutnya yaitu masalah Irian barat belum juga teratasi. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik. Hal ini tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. Pada akhirnya DPR menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Berakhirnya Kabinet Sukiman yang dikarena kangugatan dari DPR. Kabinet Wilopo ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya. Program yang dicanankan oleh kabinet Wilopo yakni :
Persiapan pelaksanaan pemilihan umum.
Program luar negeri masalah hubungan Indonesia-Belanda
Pengembalian Irian barat ke Indonesia serta menjalankan politik bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Dalam masa kepemimpinannya Kabinet ini terjadi beberapa permasalahan. Permasalahan dari kabinet Wilopo dimulai dengan perdebatan sengit di DPR. Selama berbulan-bulan perdebatan tentang pro dan kontra kebijakan Mentri Pertahanan dan pimpinan Angkatan Darat. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Permasalahan selanjutnya Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Permasalahan inilah yang mengakibatkan Kabinet Wilopo juga mendapat mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia. Sehingga kabinet Wilopo turun dan mengembalikan mandatnya kepa presiden.
4. Kabinet Ali-Wongso ( 30 Juli 1953-24 Juli 1955 )
Kabinet Ali ini dari kekuatan politik baru yang muncul yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Kabinet Ali Wongso juga dikenal sebagai kabinet Ali I. Program dari kabinet ini adalah :
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
Penyelesaian Pertikaian politik.
Dalam kepemimpinannya Kabinet Ali menuaikan hasil yaitu Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Dan juga berhasil Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Namun dibalik hasil tersebut terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh kepemimpinannya. Kendalah tersebut adalah
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya
Diantara kendalah tersebut kendala yang mengakibatkan Kabinet Ali mengembalikan mandatnya. yaitu munculnya konflik PNI dan NU. Konflik ini kemudian menjadikan NU memutuskan menari kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955. Karena kabinet Ali dari partai NU maka Kabinet Ali tidak meneruska jabatannya sebagai Kabinet sehingga mandat di kembalikan ke Presiden.
5. Kabinet Burhanudin Harahap
Program dari kabinet Burhanudin Harahap
Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
Perjuangan pengembalian Irian Barat
Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Program yang dicanangkan oleh Burhanuddin Harahap banyak menuasikan hasil. Berhasilnya Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Dalam kepemimpinan ini juga berhasil menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Hasil yang selanjutnya diberantasnya korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Kenudian Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kabinet Ali berakhir ketika program pemilu telah usai, sehingga tugas kabinetpun juga turut berakhir.
6. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
Kabinet Ali kembali lagi kali ini di usung oleh tiga partai koalisi yakni PNI, Masyumi, dan NU.
Program Kabinet Ali II sebagai berikut :
Perjuangan pengembalian Irian Barat
Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Berakhirnya Kabinet Ali ialah timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer. Sehingga akibat mundur banyaknya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Kemudian Presiden menyerakan mandat Kabinet kepada Djuanda. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Program dari kabinet Djuanda adalah sebagai berikut dalam kepemimpinannya:
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan Republik Indonesia
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Berakhirnya Kepemimpinan Kabinet ini yaitu dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Liberal
Setelah Indonesia merdeka kondisi ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Ditambah lagi Indonesia menanggung beban utang luar negeri akibat ketentuan KMB. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Beban utang luar negeri Indonesia sebesar luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Ekonomi Indonesia masih tergantung pada beberapa hasil perkebunan dengan menurunnya hasil perkebunan.
3. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
Sejak tahun 1951 penerimaan pemerintah mulai berkurang karena menurunya volume perdagangan internasional. Apalagi Indonesia hanya mengandalkan hasil perkebunan saja untuk di ekspor. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai. Pemerinta Indonesia mengalami banyak defisit dari tahun ke tahun pada masa demokrasi liberal.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtKlwsgGHbd1itF_NPczVD1H3wz4_MbGKR6Q-HHsOVGQbdrs0-yqy_ShIUndLVbaupMwl08KTJKVUiY8pEvRbDyfLOtYKCAv0izXuliAYbskzTCmuJ-III_nAa40D8yOKTD4l4ZjotIAU/s1600/r7.jpg)