Wednesday, September 19, 2018

kondisi politik pasca reformadi

Bagaimana kondisi politik Indonesia pasca / setelah reformasi berlangsung pada tahun 1998? Setidaknya ada beberapa perubahan yang terjadi dalam bidang politik, kondisi politik Indonesia berbeda dengan masa sebelumnya, yakni Orde Baru. Terdapat kelebihan dan kekurangan sistem politik Indonesia pasca reformasi, berikut ini penjelasannya.
Kelebihan Sistem Politik Indonesia setelah / Pasca Reformasi meliputi :
  • Rakyat dibebaskan dalam berpendapat.
  • Tidak ada lagi kekerasan bagi orang yang mengkritik pemerintah.
  • Antusiasme dan partisipasi masyarakat dalam bidang politik semakin tinggi, salah satunya dalam pembentukan partai-partai baru.
  • Adanya perbaikan dalam Hak Asasi Manusia (HAM) yang sebelumnya banyak dilanggar pada masa Orba.
  • Keadilan dalam masyarakat semakin terasa dan menyeluruh. Sebagai contoh etnis Cina / Tionghoa memiliki kedudukan dan hak yang sama seperti warga negara lainnya.
  • Otonomi daerah mulai diterapkan, hal ini dilakukan agar daerah memiliki kewenangan yang lebih terhadap daerahnya.
Kekurangan bidang politik pasca Reformasi di Indonesia, meliputi :
  • Semakin banyaknya teroris di Indonesia, hal ini terjadi karena Indonesia terlalu terbuka terhadap dunia luar / luar negeri.
  • Banyaknya kerusuhan yang terjadi akibat adanya demonstrasi secara bebas.
  • Berkembangnya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
  • Kebebasan pers yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan. Mengakibatkan banyaknya penebar kebencian, terutama di media sosial (saat ini).
  • Setiap orang yang melakukan kejahatan akan menggunakan HAMnya dalam membela diri, sehingga kejahatan semakin berkembang.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit/dekret berasal dari bahasa latin decernere yang berarti mengakhiri, memutuskan atau menentukan. Dekrit adalah perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara maupun pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum. Dekrit biasanya dikeluarkan dalam keadaan darurat tanpa status hukum yang pasti. Tujuan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah Negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara. Dengan melihat berbagai kondisi yang terjadi selama masa demokrasi Liberal, pemilu yang tidak bisa menciptakan stabilitas politik, gejolak di berbagai daerah, diperparah dengan kekagagalan Konstituante dalam merumuskan UUD yang baru, maka presiden menganggap Indonesia dalam keadaan bahaya sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 ia mengeluarkan dekrit. Inti dari dekrit presiden 5 Juli 1959 tersebut antara lain Menetapkan pembubaran Konstituante; hal ini terjadi karena konstituante dianggap gagal dalam merumuskan UUD yang baru dan setelah pemungutan suara tanggal 2 Juni 19659, konstituante tidak lagi bersidang atau membubarkan diri, Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakuknya UUDS 1950. Hal ini sejalan dengan cita – cita awal berdirinya Negara Indonesia yang tercantum dalam Piagam Jakarta, Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka pada hari Minggu 5 Juli 1959 pukul 17.00 waktu Jawa. Dekrit presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan dari masyarakat. Kepala Staf Angkatan Darat memerintahkan kepada segenap anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPr dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman kepada UUD 1945.

Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda. Program Kabinet Djuanda disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu Membentuk Dewan Nasional, Normalisasi keadaan Republik Indonesia, Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB, Perjuangan pengembalian Irian Jaya, Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk. Prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu (1) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. (2) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin. (3) Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI. (4) Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. a. Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta. b. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya. c. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI membentuk oposisi. Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah, Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru, Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi, Perjuangan pengembalian Irian Barat, Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu menyelenggarakan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Melakukan Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.

Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 21 Maret 1951 )

Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir ( Masyumi ) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan cabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo,sehingga cabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Program Kabinet ini yang penting di antaranya meliputi:
a. mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante;
b. mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat;
c. menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
d. menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat;
e. memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
f. mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat;
g. membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat;
Kegagalan menyelaskan masalah Irian Barat dan pencabutan PP No.39/ 1950 tentara DPRS dan DPRDS yang dianggap menguntungkan Masyumi telah menimbulkan adanya mosi – mosi tidak kembali kekuasaan / mandatnya kepada Presiden.

Kabinet Soekiman ( 27 April 1951 – 3 April 1952 )

Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman, tetapi kabinet ini tidak berumur panjang akibat ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif, jatuhlah Kabinet Soekiman. Adapun program kabinet Soekiman sebagai berikut.
a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b) Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c) Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.

Kabinet Ali II [ 31 Juli 1954-24 Juli 1955 ].

Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro ( partai Indonesia Raya PIR ).Kabinet ini dikenal dengan nama kabinet Ali – Wongso. Program kabinet adalah:
a. Dalam negri mencangkup soal keamanan,pemilihan umum,kemakmuran dan keuangan negara,perburuh dan perundang – undangan.
b. Pengembalian Irian barat.
c. Politik luar negri bebas aktif.
Gangguan keamanan dalam negri masih ada,namun dalam masa ini dapat dilaksanakan konferensi Asia Afrika I.. konferensi asia afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955.konferensi dihadiri oleh 29 negara – negara Asia – Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang.KAA I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.

Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 ).

Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Adapun program dari kabinet ini terutama ditunjukan pada persiapan pelaksaan pemilihan umum unutuk konstituante, DPR dan DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamananan. Sedang program luar negri terutama ditunjukan pada penyelesaian masalah hubungan Indonesia – Belanda dan pengembalian Irian Brat ke Indonesia serta menjalankan politik luar negri bebas – aktif menuju perdamaian dunia.
Kabinet Wilopo berusaha menjalankan program itu dengan sebaik –baiknya, tetapi kesukaran – kesukaran yang dihadapi sangat banyak. Di antaranya timbulnya provinsialisme dan bahkan menuju separatisme yang harus diselesaikan dengan segera.di beberapa tempat,terutama di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintahan pusat. Alasan yang terutama adalah kekecewaan karena tidak seimbangnya alokasi keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada pusat hasil ekspor lebih besar dari pada yang dikembalikanke daerah.Mereka juga menuntut diperluasanya hak otonomi daerah. Timbul pula perkumpulan – perkumpulan yang berlandaskan semangat kedaerahan seperi, paguyuban Daya Sunda di Bndung dan Gerakan Pemuda federal Republik Indonesia di Makassar.
Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan negara kesatuan dan merupakan langkah mundur dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal dalam angkatan darat yang terkenal dengan nama peristiwa17 Oktiber. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan – bulan mengenai masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan darat.
Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras dari pihak angkatan darat.aksi ini diikuti dengan penangkapan enam orang anggota parlemen dan pemberangsungan surat kabar dan demokrasi – demokrasi pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah goyah semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan nama peristiwa Tanjungan Morawa. Peristiwa ini terjadi akibat pengusiran penduduk yang mangarap tanah perkebunan yang sudah lama ditinggalkan dengan kekerasaan oleh aparat kepolisian. Sementara pendudukan sudah terkena hasutan kader – kader komunis sehingga menolak untuk pergi, maka terjadilah bentrokan senjata dan memakan korban. Peritiwa ini mendarat sorotan tajam dan emosional dari masyarakat, sehingga meluncurlah mosi tidak percaya dari sidik kertapati, sarekat tani indonesia ( sakti ) dan akjirnya pada tanggal 2 juni 1952, wilopo menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.

demokrasi liberal

Pada awal kemerdekaan politik Indonesia menggunakan Demokrasi Liberal. Di dalam periode demokrasi liberal atau juga disebut demokrasi konstitusional merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Di Indonesia diberlakukannya demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Pelaksanaan Demokrasi liberal berjalan dengan ditandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 ditanda tangani oleh Hatta. . Maklumat ini dinyatakan perlunya berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, yang merupakan ciri khas dari demokrasi liberal yaitu multi partai.
Setelah disepakati oleh Senat dan Parlemen RIS maupun oleh KNIP pada tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno menandatangani rancangan UUD Sementara. Setelah penandatanganan pada tahun 1950, Indonesia kembali pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Pada masa Demokrasi Liberal sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet sebagai berikut:
A. Kabinet
1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951). Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Dipimpin Oleh Muhammad Natsir .Dalam kepemimpinan kabinet Natsit terdapat program-program terpenting ialah:
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan suatu pemerintahan.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan bekas anggota-anggota tentara dan gerliya ke dalam masyarakat.
Memperjuangan penyelsaian soal Irian secepatnya.
Mengembangkan dan memperkuat kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar untuk melaksanakan ekonomi nasional yang sehat. Namun pada kepemimpinannya ia dalam upaya memperjuangkan 
masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu. Kegagalan inila yang mengakibatkan mosi tidak percaya dari Parlemen pada kabinet Natsir sehingga membuat kabinet Natsir turun jabatan dari kabinet.

2. Kabinet Sukiman
Setelah kabinet Natsir lengser dari kepemimpinannya, Presiden Soekarno menunjuk Mr. Sartono dari PNI untuk membentuk kabinet baru. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
keamanan : akan menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum utuk menjamin keamanan dan ketentraman.
sosial-ekonomi : mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbarui hukum agar sesuai dengan kepentingan petani, serta mempercepat bekas pejuang di lapangan usaha.
mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum
politik luar negeri : menjalankan politik luar negeri secara bebas-aktif serta memasukka Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Berakhirnya kabinet ini di sebabkan muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan.  Keputusan Kabinet Sukiman yaitu Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Sehingga meimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat yang bertentangan dengan politik bebas aktif. Dari beberapa keputusan yang dilakukan oleh Sukiman tersebut maka timbulnya mosi tidak percaya. Kendala selanjutnya yaitu masalah Irian barat belum juga teratasi. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik. Hal ini tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. Pada akhirnya DPR menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Berakhirnya Kabinet Sukiman yang dikarena kangugatan dari DPR. Kabinet Wilopo ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya. Program yang dicanankan oleh kabinet Wilopo yakni :
Persiapan pelaksanaan pemilihan umum.
Program luar negeri masalah hubungan Indonesia-Belanda
Pengembalian Irian barat ke Indonesia serta menjalankan politik bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Dalam masa kepemimpinannya Kabinet ini terjadi beberapa permasalahan. Permasalahan dari kabinet Wilopo dimulai dengan perdebatan sengit di DPR. Selama berbulan-bulan perdebatan tentang pro dan kontra kebijakan Mentri Pertahanan dan pimpinan Angkatan Darat. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Permasalahan selanjutnya Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Permasalahan inilah yang mengakibatkan Kabinet Wilopo juga mendapat mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia. Sehingga kabinet Wilopo turun dan mengembalikan mandatnya kepa presiden. 

4. Kabinet Ali-Wongso ( 30 Juli 1953-24 Juli 1955 )
Kabinet Ali ini dari kekuatan politik baru yang muncul yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Kabinet Ali Wongso juga dikenal sebagai kabinet Ali I. Program dari kabinet ini adalah :
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
Penyelesaian Pertikaian politik.
Dalam kepemimpinannya Kabinet Ali menuaikan hasil yaitu Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Dan juga berhasil Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Namun dibalik hasil tersebut terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh kepemimpinannya. Kendalah tersebut adalah 
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya

Diantara kendalah tersebut kendala yang mengakibatkan Kabinet Ali mengembalikan mandatnya. yaitu munculnya konflik PNI dan NU. Konflik ini kemudian menjadikan NU  memutuskan menari kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955. Karena kabinet Ali dari partai NU maka Kabinet Ali tidak meneruska jabatannya sebagai Kabinet sehingga mandat di kembalikan ke Presiden.

5. Kabinet Burhanudin Harahap
Program dari kabinet Burhanudin Harahap
Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
Perjuangan pengembalian Irian Barat
Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Program yang dicanangkan oleh Burhanuddin Harahap banyak menuasikan hasil. Berhasilnya Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Dalam kepemimpinan ini juga berhasil menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Hasil yang selanjutnya diberantasnya korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Kenudian Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kabinet Ali berakhir ketika program pemilu telah usai, sehingga tugas kabinetpun juga turut berakhir. 

6. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
Kabinet Ali kembali lagi kali ini di usung oleh tiga partai koalisi yakni PNI, Masyumi, dan NU.
Program Kabinet Ali II sebagai berikut :
Perjuangan pengembalian Irian Barat
Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Berakhirnya Kabinet Ali ialah timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer. Sehingga akibat mundur banyaknya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Kemudian Presiden menyerakan mandat Kabinet kepada Djuanda. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.  Program dari kabinet Djuanda adalah sebagai berikut dalam kepemimpinannya:
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan Republik Indonesia
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Berakhirnya Kepemimpinan Kabinet ini yaitu dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Liberal
Setelah Indonesia merdeka kondisi ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Ditambah lagi Indonesia menanggung beban utang luar negeri akibat ketentuan KMB. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Beban utang luar negeri Indonesia sebesar luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Ekonomi Indonesia masih tergantung pada beberapa hasil perkebunan dengan menurunnya hasil perkebunan. 
3. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
Sejak tahun 1951 penerimaan pemerintah mulai berkurang karena menurunya volume perdagangan internasional. Apalagi Indonesia hanya mengandalkan hasil perkebunan saja untuk di ekspor. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai. Pemerinta Indonesia mengalami banyak defisit dari tahun ke tahun pada masa demokrasi liberal.

Kehidupan Politik Indonesia di Awal Kemerdekaan

 Dengan disetujuinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2 November 1949 maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS ternyata tidak bertahan lama karena tidak mendapat dukungan dari rakyat dan sebagian besar anggota Kabinet RIS adalah orang-orang Republik. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara. (UUDS) 1950. Pada waktu negara kita menganut sistem demokrasi parlementer dalam pelaksanaan demokrasi liberal (1950 - 1959) terdapat tujuh buah kabinet yang memegang pemerintahan, sehingga rata-rata setiap terjadi pergantian kabinet. Oleh karena tiap-tiap kabinet  tidak berumur panjang, maka programnya tidak dapat dilaksanakan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan instabilitas baik di bidang politik, sosial, maupun keamanan.

Sistem Politik Demokrasi Terpimpin

Dengan berlakunya UUD 1945 dan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno langsung memimpir pemerintahan dan segera mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:




  • Menyusun Kabinet Kerja. Kabinet Kerja I dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan mengangkat Ir. Djuanda sebagai menter pertama. Anggota Kabinet Kerja I dilantik pada tanggal 19 Juli 1959 dengan program kerjanya yang dikenal dengan Tri Program Kabinet Kerja, yang meliputi masalah sandang dan pangan. serta keamanan dan pengambilan Irian Barat. program ini dijalankan bersama dengan program yang diuraikan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang selanjutnya dikenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Pidato ini oleh DPAS diusulkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan pada akhimya ditetapkan dalam Tap MPRS No. I/MPRS/1960 yang berintikan USDEK yaitu UUD 1945, sosialis Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan Kepribadian Indonesia.
  • Menyusun Lembaga-lembaga Negara. Pada tanggal 22 Juli 1959 keluar penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 yang menetapkan bahwa sebelum terbentuk DPR berdasarkan UUD 1945, maka DPR yang telah C bentuk berdasarkan Ulu no. 37 tahun 1953 menjalankan tugasnya sebagai DPR. Tetapi penolakan DPR terhadap RAPBN tahun 1960 mengakibatkan Presiden membubarkan lembaga tersebut berdasarkan penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960, tanggal 5 Maret 1960. Pada tanggal 24 Juni 1960 DPR diganti dengan DPR GR yang anggotanya berasal dari tiga partai besar (PNI, NU, PKI). Ketiga partai ini dianggap telah mewakili semua golongan seperti nasional, agama dan Komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. DPAS dipimpin oleh Presiden dan Roeslan Abdul Gani sebagai wakil ketuanya. Pelantikan wakil ketua DPAS dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 1959 di istana negara bersama dengan Hamengkubuwono pelantikan Mr. Moh. Yamin sebagai ketua Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ketua Badan Pengawas Kegiatan aparatur Negara. MPRS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 yang diketahui oleh Chaerul Shaleh, dan pada tanggal 10 November - 7 Desember 1960 mengadakan Sidang Umum pertama di Bandung, menghasilkan dua ketetapan, yaitu sebagai berikut : 1) Tap MPRS No. 1/MPRS/1960 tentang menifesto politik sebagai garis besar haluan negara. 2) Tap MPRS No. 11/MPRS/1960 tentang pembangunan nasional semesta berencana 1961 -1969. Disamping dua ketetapan di atas MPRS juga mengangkat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.
  •                              

Demokrasi Terpimpin 1959-1965

Terbentuknya Demokrasi Terpimpin di Indonesia diawali pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno sebagai pemegang kekuasaan penuh pemerintahan karena pada masa Demokrasi parlemen perpolitikan dalam negeri mengalami krisis politik dan kekacauan di berbagai bidang. Awal demokrasi Terpimpin dimulai dengan adanya surat mandat Dekrit Presiden Juli 1959 akibat belum tersusunnya Undang-Undang Dasar Negara dan banyaknya kepentingan-kepentingan politik antar partai. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin menambah kekacauan bahkan menjurus menuju gerakan Separatisme yang memperparah keadaan politik pada masa parlement. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat, dan keadaan semakin sulit untuk menemukan solusi mempersatukan perbedaan antar partai. Masing- masing partai politik selalu berusaha untuk menggunakan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Konflik antar partai politik inilah yang mengganggu stabilitas nasional sehingga menyebabkan keterpurukan politik dalam negeri pada masa Demokrasi parlemen.

Soekarno sebagai presiden Indonesia yang pertama pada masa Demokrasi Terpimpin berusaha untuk memperbaiki keadaan dan perpolitikan secara nasional melalui Dekrit Presiden . Setiap pidato Soekarno mampu membakar semangat perjuangan kepada rakyat untuk selalu bersatu membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Langkah Berikutnya yang dilakukan oleh presiden Soekarno untuk membangun Indonesia pada tahun 1960-an adalah menggunakan konsep “revolusi belum selesai”. Konsep tersebut merupakan konsep yang digunakan Soekarno untuk menolak ideologi barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia setelah berdirinya suatu Negara (Indonesia).[1]

Pada masa Demokrasi Presidensial terdapat empat kekuatan partai yang mengisi parlemen yaitu NU, Masyumi,PNI dan PKI. Namun pada kenyataannya Soekarno lebih memilih partai Komunis Indonesia (PKI) dikarenakan politik poros Soekarno yang lebih cenderung ke negara Sosialis hal tersebut dibuktikan dengan poros Jakarta-Peking, Jakarta-Hanoi. Hal tersebut melanggar Undang- Undang Dasar Indonesia yang berpolitik secara bebas aktif. 

Pada masa Demokrasi Terpimpin, presiden Soekarno telah memberikan tempat bagi PKI dalam sistem perpolitikan nasional karena menurut Soekarno, PKI telah terbukti mempunyai basis masa terbesar di Indonesia daripada partai-partai lain, atas posisi teresut Soekarno yang melaksanakan konsepsi NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) sebagai landasan Demokrasi Terpimpin dan kolektivitas berbagai partai menjadi satu. Konsep revolusi yaitu revolusi nasional 17 Agustus 1945, revolusi sosial dan revolusi komunis menghasilkan jargon “Revolusi Belum Selesai” sangat relevan yang terus menguat, sehingga mempermudah Soekarno menjalankan sistem Demokrasi Terpimpin untuk meraih dominasi politik.[2] Dalam konteks Demokrasi Terpimpin hubungan Soekarno selaku Presiden menjadi dekat dengan PKI.

Di sisi lain, Partai Komunis Indonesia (PKI) memanfaatkan kedekatannya dengan Presiden Soekarno memberikan konsistensi dan dukungan sepenuhnya atas segala kebijakan yang dilakukan oleh Soekarno. Selanjutnya PKI mengindoktrinisasi pandangan idealis terhadap Soekrno untukmenggerakkan rakyat Indonesia melalui jargon yang disampaikan Soekarno. 

Dalam menyampaikan kebijakan politiknya, Presiden Soekarno menggunakan jargon-jargon politik agar mudah dipahami dan mudah diingat oleh rakyat. Pada masa Demokrasi Terpimpin penggunaan jargon dianggap sebagai penggerak massa yang mampu melecutkan semangat perjuangan rakyat membangun bangsa Indonesia. Jargon dalam penerapannya sebagai proses mobilisasi massa yang efektif untuk mendukung kampanye- kampanye patriotik yang selalu digemakan secara revolusioner. Penggunaan jargon politik memiliki daya pikat tersendiri bagi rakyat karena pada masa itu Soekarno mampu mengkristalisasikan dan mengekspresikan perasaan-perasaaan yang selaras rakyat Indonesia.

demokrasi terpimpin

Demokrasi Terpimpin di gambarkan sebagai sebuah demokrasi  murni yang berdasarkan pada ideologi yang berfungsi memimpin dan menentukan tujuan dan cara mencapainya. Demokrasi terpimpin di arahkan oleh Ideologi Negara Pancasila, terutama pada sila keempat yang di sepakai secara mufakat untuk semua golongan yang revolusioner. Dalam praktiknya kemudian, istilah terpimpin tidak lagi mengacu pada ideologi tetapi wujud pimpinan yang berupa pribadi pemimpin. Dalam hal ini adalah Sukarno selaku Presiden RI, pemimpin besar Revolusi dan Penyambung Lidah Rakyat.
Keadaan Konstutuante yang demikian menghawatirkan kesatuan dan persatuan bangsa maka pada tanggal 22 April 1959 presiden memberikan amanat kepada Konstituente yang memuat anjuran Kepala Negara Pemerintah untuk kembali kepada Undang- Undang Dasar 1945. Anjuran ini mulai disidangkan pada tanggal 29 April 1959. Acara penetapan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia, konstituante menyidangkan dengan pungutan suara sejak 30 Mei 1959 sampai dengan 2 Juni 1959. Adapun perinciannya sebagai berikut: Sidang 30 Mei, hadir 478, setuju 269, tidak setuju 199, jadi kurang dari 2/3. Sidang 1 Juni, hadir 469, setuju 264, tidak setuju 204, tidak memenuhi 2/3. Sidang 2 Juni, hadiri 468, setuju 263, tidak setuju 203, juga tidak mencapai 2/3. Demikianlah gambaran Konstituante terhadap anjuran presidn  22 April 1959. Kemudian ketua Konstituante menetapkan  reses bagi konstituante Djuanda mempersiapkan laporan kepada Presiden tentang sikap konstituante. Maka setibanya dari luar negeri ( Jepag ), presiden mengeluarkan Dekrit Presiden Panglma Tertinggi Angkatan Perang tentang kembali pada UUD 1945, pada tanggal 1959.
Setelah dekrit 5 Juli 1959, tanggal 6 Juli 1959 Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden, sebagaimana telah diputuskan dalam sidangnya 5 Juli 1959, memutaskan mengembaikan mandatnya kepada Presiden berhubung berlaku lagi UUD 1945. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi terpimpin.

Orde lama soekarno

Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan dan menjadi pemimpin sebuah organisasi politik yang disebut Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Namun, aktivitas politik subversif ini menyebabkan penangkapan dan juga pemenjaraannya oleh rezim Pemerintah Kolonial Belanda yang represif di tahun 1929. Bagi orang-orang Indonesia pada saat itu, pembuangan Soekarno itu malah memperkuat saja citranya sebagai pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan. Setelah pembebasannya, Soekarno berada dalam konflik yang terus berkelanjutan dengan pemerintahan kolonial selama tahun 1930an, menyebabkan Soekarno berkali-kali dipenjara.
Waktu Jepang menginvasi Hindia Belanda pada bulan Maret 1942, Soekarno menganggap kolaborasi dengan Jepang sebagai satu-satunya cara untuk meraih kemerdekaan secara sukses. Sebuah taktik yang terbukti efektif.
Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat menghormati dan mengagumi Soekarno, pencetus dari nasionalisme Indonesia, karena mendedikasikan hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia dan membawa identitas politik baru kepada negara Indonesia.
Kelahiran yang Sulit Bangsa Indonesia
Waktu Soekarno (Presiden pertama Indonesia) bersama Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia), dua nasionalis paling terkemuka di Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bersama dengan publikasi konstitusi yang pendek dan sementara (UUD 1945), tantangan-tantangan mereka masih jauh dari berakhir. Nyatanya akan membutuhkan empat tahun revolusi lagi untuk melawan Belanda yang - setelah dibebaskan dari Jerman di Eropa - kembali untuk mengklaim kembali koloni mereka.
Belanda berkeras untuk tidak melepaskan koloni mereka di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan namun kemudian harus menghadapi kenyataan juga. Di bawah tekanan internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 (kecuali untuk wilayah barat pulau Papua). Namun, negosiasi dengan Belanda menghasilkan 'Republik Indonesia Serikat' yang memiliki konstitusi federal yang dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda. Oleh karena itu, konstitusi ini segera diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang kemudian menjadi dasar hukum sistem pemerintahan parlementer, yang menjamin kebebasan individu dan mengharuskan tentara untuk tunduk kepada supremasi sipil. Posisi presiden, secara garis besar, hanya memiliki fungsi seremonial dalam sistem ini.

Orde Baru

Orde baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen. Orde Baru adalah suatu Orde yang belandaskan Pancasila dan UUD 1945 dalam perencanaan dan pelaksaan pemerintahannya.
Orde Baru lahir ditengah kekacauan politik dan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin dimana rakyat mulai hilang kepercayaan dengan Presiden Soekarno, pemberontakan PKI yang dikenal dengan Gerakan 30 September/G30S menambah krisis kepercayaan terhadap Presiden Soekarno. Ditengah upaya menyelesaikan krisis yang ada Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret atau yang dikenal dengan Supersemar kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi jalnnya pemerintahan dan keselamatan Presiden Soekarno.
Supersemar inilah yang menjadi tonggak awal lahirnya Orde Baru dibawah kepemipinan Presiden Soeharto yang bertahan sampai 32 tahun.

kondisi politik pasca reformadi

Bagaimana kondisi politik Indonesia pasca / setelah reformasi berlangsung pada tahun 1998? Setidaknya ada beberapa perubahan yang terjadi...